Jumat, 25 Februari 2011

TETANGGA & BERTETANGGA (MENURUT ISLAM)

Bertangga adalah bagian dari kehidupan manusia yang tidak bisa ditolak. Sebab manusia memang tidak semata-mata makhluk individu, tstapi juga makhluk sosial. Satu sama lain harus bermitra dalam mencapai kebaikan. Islam memerintahkan segenap manusia untuk senantiasa berjamaah dan berlomba dalam berbuat kebaikan. 

Sebaliknya, Islam melarang manusia bersekutu dalam melakukan dosa dan permu-suhan.Firman Allah SWT : “Bertolong-tolonglah kamu dalam berbuat kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah , kepada Allah, karena sesungguhnya Allah sangat berat siksanya” (Q.S.A1 Maidah: 2)

Setiap orang tentu ingin hidup rukun dan harmonis dengan tetangganya. Hanya orang-orang yang memiliki penyakit hati saja yang menolak suasana hubungan harmonis itu. Keharmonisan hubungan bertetangga sebenamya sangat amat penting, sebab kekuatan sendi-sendi sosial suatu masyarakat sangat ditentukan oleh keharmonisan hubungan antar anggotanya. 

Sebaliknya, bila dalam suatu masyarakat terjadi disharmoni (ketidak harmonisan) hubungan di antara anggotanya, maka akan melemahkan sendi-sendi sosial masyarakat tersebut. Kendati demikian kita tidak pernah bisa memaksa orang lain untuk selalu bersikap baik, kecuati kita paksa diri kita sendtri untuk bersikap baik terhadap siapapun. Alangkah beruntungnya jikalau kita hidup dan bertetangga dengan orang-orang yang baik. Walaupun rumah sempit, kalau tetangganya baik tentu akan terasa lapang. Dan alangkah ruginya, jika rumah kita dikelilingi oleh tetangga-tetangga yang busuk hati. Walaupun rumah lapang, niscaya akan terasa sempit.

Menurut Imam Syafi’i, yang dimaksud dengan tetangga adalah 40 rumah di samping kiri, kanan, depan dan belakang. Mau tidak mau, setiaphari kita bertemu dengan mereka, baik hanya sekedar melempar semyuman, lambaian tangan, salam atau ngobrol di antara pagar rumah dan sebagaimya Islam sangat memperhatikan masalah-masalah adab bertetangga. Dalam sebuah riwayat, Nabi SAW mengingatkan Fatimah dengan keras agar memberikan tetangga mereka apa yang menjadi hak-haknya. Kisahnya berawal ketika Nabi SAW pulang dari berpergian, beberapa meter menjelang rumahnya, Nabi SAW mencium aroma gulai kambing yang berasal dari rumahnya. 

Nabi SAW bergegas menuju rumahnya dan menemui Fatimah yang ternyata memang sedang memasak kambing. Spontan nabi SAW memerintahkan Fatimah untuk memperbanyak kuah gulai kambing yang sedang dimasaknya.

Dari kisah di atas kita ambil kesimpulan bahwa ini merupakan salah satu bentuk kepedulian sosial yang diperintahkan lslam kepada kita. Islam memerintahkan untuk senantiasa mempertajam hubungan sosial kita. Dari sini bisa dipahami, betapa Islam mengajarkan kita untuk senantiasa membiasakan diri untuk merasakan kesenangan dan kesulitan bersama dengan masyarakat kita. ArtinyaIslan sangat melarang kita hidup egois, serakah, dan individualis.

MENGHORMATI TETANGGA

Penghormatan kepada tetangga adalah bagian dari aktualisasi keimanan kita kepada Allah SWT dan hari akhir, sebagaimana sabda Nabi SAW, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hart akhir, maka hendaklah la memuliakan tetangga” (HR.Muslim). Anjuran untuk tetangga, tentu maknanya amat luas. menghormati berarti juga tidak menyakiti hatinya, selalu berwajah manis pada tetangga, tidak menceritakan aib mereka, tidak menghina dan melecehkannya, dan tentu juga tidak menelantarkannya jika dia tengah membutuhkan pertolongan.

Dr Yusuf Qafdhawi menyebutkan, “seorang tetangga memitikt peran sentral dalam memetihara harta dan kehormatan warga sekitarnya” Dengan demikian seorang mukmin pada hakikatnya merupakan penjaga yang harus bertanggung jawab terhadap keselamatan seluruh milik tetangganya Bahkan, seorang tidak dikatakan beriman jika dia tidak bisa memberi rasa aman pada tetangganya.

ADAB BERTETANGGA

Dalam sebuah badits, Nabi SAW bersabda: “Hak tetangga ialah, bila dia sakit, kamu kunjungi, bila wafat, kamu mengantarkan jenazahnya. Bila dia membutuhkan uang, maka kamu pinjami, dan bila tetangga kesukaran, maka jangan dibeberkan, aib-aibnya kamu tutup-tutup dan rahasiakan. Bila dia memperoleh kebaikan, maka kita turut bersuka cita dan mengucapkan selamat kepadanya. 

Dan bila menghadapi musibah, kamu datang untuk menyampaikan rasa duka. Jangan sengaja meninggikan bangunan rumahmu melebihi bangunan rumahnya, lain menutup jalan udaranya (kelancaran angin baginya). Dan janganlah kamu mengganggunya dengan bau masakan, kecuali kamu menciduknya dan memberikan kepadanya.

Keharmonisan hubungan bertetangga bukan hanya bisa menciptakan lingkungan bersih, sehat dan aman, tetapi juga membangun benteng yang kokoh bagi anak-anak kita. Tetangga bisa mendatangkan rahmat dan kasih sayang, tetapi (sebaliknya) tetangga bisa juga menebarkan kemalangan dan malapetaka bagi lingkunganya. 

Akibat hak-hak bertetangga banyak dilupakan inilah, maka tidak sedikit masyarakat yang mengalami keresahan. Anggota masyarakat justru menjadi sumber masalah. Kejahatan sering terjadt justeru banyak dilakukan oleh anggota masyarakat itu sendiri. Sehingga tak jarang kita mendengar kasus-kasus pencurian, perampokan, pembunuhan dan lain-lain, dan pelakunya justru tetangganya sendiri.

cp : mr_edsu


http://www.griyamelati.net/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=53

Kamis, 24 Februari 2011

11 Mesjid di Kelurahan Kampung Baru, Medan Maimun

Mesjid Tarbiyah Islamiyah, Jl. B Katamso Gg. Lampu I Medan

Mesjid Al Ikhlas, Jl. B. Katamso Medan.

Masjid Abidin Jl. Brigjend Katamso 416 Medan

Mesjid Mustajhidin, Jl. B Katamso Gg. Lori Medan

Mesjid Al Muttaqin, Jl. B Katamso Gg. Perbatasan Medan

Mesjid Ar Rahman, Jl. B Katamso Gg. Pelita II Bawah Medan

Mesjid Jami', Jl. B Katamso Gg. Mesjid Medan

Mesjid Nurul Huda, Jl. B. Katamso Gg. Netral/Kenangan Medan

Mesjid Nurul Iman, Jl. B Katamso Gg. Pasar Senen Medan

Mesjid Al Mukminin, Jl. Avros Gg. Mancang Bawah, Medan



Mesjid Ar Rahman, Jl. Avros Medan

























































































































Foto : Deffian Syaiful & Syahrum Lubis
Tgl. 22-24 Februari 2011

Sabtu, 19 Februari 2011

PENGUMUMAN

Assalamualaikum Wr. Wb

Bapak, Ibu, Saudara, Saudari Ummat Muslim, khususnya disekitar Mesjid Abidin Km.3 Kampung Baru, kecamatan Medan Maimun. Insya Allah STM Abidin akan menyelenggarakan "Pemotongan Qurban"

Bagi Bapak, Ibu, Saudara, Saudari yang ingin melaksanakan Qurban, maka STM Abidin menyelenggarakan "TABUNGAN QORBAN" bagi bapak, ibu, saudara, saudari yang berkenan. Dengan terlebih dahulu mendaftarkan diri ke STM Abidin, dan membayar iuran bulanan sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).

Sebagai kontak person :
Sdr. Fadly Syahputra Lubis, SH. (0819 3320 5266)


Wassalam
Pengurus STM Abidin Medan

FOTO KEGIATAN LOMBA DI MESJID ABIDIN 2010



































Tolong Menolong dalam Kebaikan


Allah SWT berfirman di dalam Al Quran“…Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya.” (Al Maidah: 2)

Saudaraku sekalian, ayat yang sangat indah ini merupakan penegasan perintah dari Allah SWT akan kewajiban tolong menolong dalam kebaikan dan takwa serta larangan untuk tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Mari kita muhasabah terkait dengan kandungan ayat ini. Tentu bagi kita yang beriman kepada Allah SWT akan langsung mengevaluasi diri. Apakah saya sudah benar-benar melaksanakan perintah Allah ini?atau malah mengingkarinya? Kita semua berlindung kepada Allah dari kejahatan-kejahatan diri kita. Dan memohon ampun, beristighfar atas maksiat yang kita lakukan di masa lalu, terlebih di bulan ramadhan dimana Allah SWT membuka pintu ampunan selebar-lebarnya.

Mari kita lanjutkan pembahasan tema ini.

Ada hal yang menarik dari firman Allah SWT yang disebutkan di awal yaitu bahwa redaksi seperti ayat ini “Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa” ternyata hanya tersebut sekali dalam Al-Qur’an, sehingga ayat ini harus difahami dalam konteks umum; umum dari segi sasarannya dan umum dari segi jenis kebaikan yang dituntutnya.

Sungguh sebuah pesan universal dari Islam yang merupakan karakter dan fitrah dasarnya sebagai Rahmatan lil Alamin.

Ibnu Katsir memahami makna umum ayat ini berdasarkan redaksinya tolong menolonglah kalian bahwa Allah swt memerintahkan semua hamba-Nya agar senantiasa tolong menolong dalam melakukan kebaikan-kebaikan yang termasuk kategori Al-Birr dan mencegah dari terjadinya kemungkaran sebagai realisasi dari takwa. Sebaliknya Allah swt melarang mendukung segala jenis perbuatan batil yang melahirkan dosa dan permusuhan.

Selanjutnya Ibnu Katsir mengetengahkan dua hadits untuk memperkuat dan menjelaskan ayat ini, yaitu:

Pertama, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang berbunyi, “Seorang mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar atas perlakuan mereka adalah lebih baik dan besar pahalanya daripada mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak bersabar atas perilaku mereka” (Imam Ahmad).

Kedua, hadits yang menyebutkan tentang perintah menolong siapapun, baik yang terzhalimi maupun yang menzhalimi. Rasulullah saw bersabda, “Tolonglah saudaramu yang menzhalimi dan yang terzhalimi”. Maka para sahabat bertanya, “Menolong yang terzhalimi memang kami lakukan, tapi bagaimana menolong orang yang berbuat zhalim?”. Rasulullah menjawab, “Mencegahnya dari terus menerus melakukan kezhaliman itu berarti engkau telah menolongnya”. (Bukhari dan Ahmad).

Bentuk ta’awun secara aplikatif, dijabarkan oleh Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya. Beliau menyebutkan sebagai contoh misalnya beberapa bentuk ta’awun yang bisa dilakukan berdasarkan ayat ini, diantaranya: seorang alim membantu manusia dengan ilmunya, seorang yang kaya membantu orang lain dengan hartanya, seorang yang berani membantu dengan keberaniannya berjuang di jalan Allah swt dan begitu seterusnya. Masing-masing membantu orang lain sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang dimilikinya.

Inilah puncak dari akhlak yang mulia yang dikehendaki melalui ayat ini.

Sayyid Quthb menyebutkan bahwa akhlak ayat ini merupakan puncak dari pengendalian diri dan lapang dada seorang muslim terhadap saudaranya dan terhadap siapapun.

Sejarah membuktikan bahwa pola pembinaan Rasulullah mampu menghantarkan orang Arab berakhlak dengan akhlak ini, padahal sebelumnya yang menjadi kebiasaan mereka justru tolong menolong dan kerjasama dalam kebatilan, kemaksiatan dan permusuhan antar sesama atas nama “ashabiyah (fanatisme)”.

Belajar dari para shahabat ra.

Sekarang Rasulullah SAW bermusyawarah dengan kedua sahabatnya yaitu Abu Bakar dan Umar ra. Yang menjadi pokok pikirannya adalah menyusun barisan kaum Muslimin serta mempererat persatuan mereka, untuk menghilangkan segala bayangan yang akan membangkitkan api permusuhan lama diantara mereka. Agar tujuan ini tercapainya maka Rasul saw mengajak kaum Muslimin agar masing-masing bersaudara berdua-dua. Rasul SAW bersaudara dengan Ali bin Abi Thalib. Pamannya Hamzah bersaudara dengan Zaid bekas budaknya. Abu Bakar bersaudara dengan Kharija bin Zaid, Umar ibnu Khattab bersaudara dengan ‘Itban bin Malik al-Khazraji.

Begitu pula setiap muslim dari kaum Muhajirin yang jumlahnya sudah banyak di Yatsrib, yang tadinya tinggal di kota Makkah menyusul ke Madinah setelah Rasul SAW hijrah. Mereka dipersaudarakan pula dengan setiap muslim dari kaum Anshar, yang oleh Rasul kemudian dibuatkan untuk mereka hukum saudara sedarah senasib. Dengan persaudaraan seperti ini ukhuwah diantara kaum Muslimin bertambah erat dan kokoh.

Kaum Anshar memperlihatkan sikap ramah yang luarbiasa terhadap saudara-saudara mereka kaum Muhajirin ini. Abdur-Rahman bin ‘Auf yang sudah bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi’ ketika di Yatsrib beliau sudah tidak punya apa-apa lagi. Ketika Sa’ad menawarkan hartanya untuk dibagi dua, Abdur-Rahman menolaknya. Beliau hanya minta tolong ditunjukkan jalan ke pasar. Dan di sanalah ia mulai berdagang mentega dan keju. Dalam waktu yang tidak begitu lama, dengan keahliannya berdagang beliau telah mencapai kekayaannya kembali.
Selain beliau, kaum Muhajirin lainnya banyak pula yang telah melakukan hal serupa.

Tolong menolong implikasi dari ukhuwah islamiyah

Secara harfiyah ukhuwah memiliki arti persamaan, yang dalam bahasa Indonesia sering diartikan dengan “persaudaraan”. Hal ini karena orang-orang yang bersaudara biasanya memiliki persamaan-persamaan, baik persamaan secara fisik seperti kemiripan wajah karena berasal dari rahim ibu yang sama, atau persamaan sifat.

Dalam konteks keimanan yang sudah dimiliki, orang-orang yang beriman memiliki sifat-sifat yang sama untuk terikat pada nilai-nilai yang datang dari Allah SWT. Karena itu, bila seseorang sudah mengaku beriman tapi tidak ada bukti persaudaraannya, maka kita perlu mempertanyakan apakah ia masih punya iman atau tidak. Hal ini karena antara iman dengan ukhuwah merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan, Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya mukmin itu bersaudara….” (Q.S. Al-Hujuraat:10).

Ukhuwah Islamiyah bukanlah kalimat yang hanya manis di lidah atau sekadar menjadi khayalan tanpa bukti. Karena itu, ukhuwah Islamiyah harus diimplementasikan atau dibuktikan dalam kehidupan nyata. Implementasi ukhuwah dapat kita ukur menurut syarat dan adabnya.
Syarat dalam ukhuwah Islamiyah adalah iman atau aqidah. Ini berarti, ada nilai-nilai iman yang harus dibuktikan dalam kehidupan nyata dalam konteks ukhuwah. Dr. Abdul Halim Mahmud dalam buku Fiqh Ukhuwah mengemukakan implementasi ukhuwah menurut syaratnya yang salah satunya adalah Kaum Muslimin harus saling tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa, yakni segala yang bisa membuat kemaslahatan dan kebaikan umat manusia.

Implementasi Ta’awun dalam kebaikan di Kampus

Kampus kita (ITB) adalah tempat kita untuk belajar dan berlatih untuk kehidupan masa depan. Jangan sia-siakan saat-saat kita di kampus dengan tiadanya aktivitas yang bermanfaat. Penyesalan akan muncul suatu saat nanti ketika kita tidak mengoptimalkan masa-masa kuliah kita di kampus ini. Tentunya sebagai seorang muslim kita punya kewajiban untuk beramar ma’ruf wa nahi mungkar, mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari hal yang mungkar (keburukan). Nah hal inilah yang menjadi perhatian kita bersama khususnya di GAMISTEK (Keluarga Mahasiswa Islam Teknik Kimia). GAMISTEK punya visi besar untuk menciptakan lingkungan yang kondusif (islami). Lingkungan yang memiliki budaya yang mendukung kita untuk senantiasa beribadah dengan ikhlas, berbuat kebaikan, berkompetisi dalam kebaikan dan bekerja untuk kemaslahatan masyarakat pada umumnya. Visi tersebut tidak akan tercapai oleh satu dua orang. Kita butuh bekerja sama, disinilah pentingnya ta’awun atau tolong menolong. Seperti yang dilakukan oleh para sahabat rasul saw dan umat muslim di belahan dunia lainnya yang bahu membahu membangun peradaban islami. Kita ingin islam menjadi rahmatan lil alamin. Dan hal ini tentu tidak akan tercapai jika kita tidak berusaha. Insya allah usaha kita ini yang akan memberkahi kehidupan kita di dunia dan akhirat.

Penutup

Demikianlah akhlak mulia yang semestinya menjadi warna keseharian umat Islam. Apalagi dalam konteks sekarang, membangun hubungan kerjasama dan koalisi dengan siapapun dalam kerangka menegakkan kebaikan “Al-Birr” merupakan satu keniscayaan, karena keterbatasan dan ketidak mampuan kita, demikian juga karena besar dan luasnya tanggung jawab kita terhadap penegakkan hukum-hukum Allah swt.

Sungguh konsep ta’awun yang ditawarkan oleh Allah swt. melalui ayat ini akan mampu meredam dan membendung derasnya arus kemaksiatan dan permusuhan yang juga dibangun dengan prinsip ta’awun yang solid dan berkesinambungan.

Saatnya kita mulai mengasah sensitifitas kerjasama di antara kita dalam menghadirkan kebaikan dan keberkahan di tengah bangsa ini.

by anggit saputra dwi pramana di

sumber : http://anggitsaputradwipramana.blogspot.com/2009/08/tolong-menolong-dalam-kebaikan.html